Saturday, February 11, 2012

Pemuda Jawa Terkesan dengan Aksen Melayu

Pertemuan singkat petang tadi memancing hasratku untuk menuliskannya di sebuah media. Ku pilih blog ini sebagai media utama ku. Kurang lebih setengah empat sore aku di telepon oleh Mul ketua Karang Karuna. Ia meminta ku untuk datang kerumahnya karena ada proposal yang harus di tanda tangani oleh sekretaris. 
Setiba di rumah Mul, aku tidak langsung masuk, aku melihat ada tamu, ku pikir tamu penting, jadi aku urung masuk. Aku langsung duduk di samping pelataran. Aku pun juga sudah terbiasa di rumah itu, mereka dulu juga adalah tetangga dekat sewaktu kecil. Dan sekarang kami sama-sama pindah, karena rumah yang kami dan mereka tinggali adalah rumah Dinas setempat, namun rumah kami masih tetap satu desa dan juga tidak terlalu jauh. 
Sembari menunggu aku mengobrol dengan Nandani sepupu Mul. Tak berapa lama, Mul memanggilku untuk masuk ke dalam. Sebelum duduk aku menyalami satu persatu tamu yang juga hadir, mereka menyambutku ramah. Aku duduk di kursi khusus tamu yang dekat dengan pintu. Di sampingku ada seorang pemuda jawa yang pernah ku lihat sewaktu menghadiri acara di rumah Kepala Desa. Menurut cerita ibuku, memang ada tiga remaja yang berasal dari jawa di kontrak untuk mengabdikan diri di desa kami. Mengabdikan dalam arti melakukan apa-apa saja kebutuhan penduduk yang belum sempat terpenuhi. Aku belum tahu jelas seperti apa tugas mereka. Beberapa hal yang ku ketahui, mereka terdiri dari dua remaja laki laki dan satu remaja perempuan. Mereka tinggal di kantor balai desa. Salah satunya yang sekarang sedang di hadapanku. 
Kembali ke lokasi di rumah Mul. Aku langsung di perlihatkan 2 unit proposal dan dua lembar surat permohonan yang harus ku tanda tangan, setelah ku baca dan ku tanda tangan ku berikan kepada pemuda jawa di sebelahku. 
Setelah itu kami mengobrol, pemuda itu tampak penasaran dan banyak bertanya kepadaku. Yang paling sering ia tanyakan adalah lokasi, termasuk lokasi rumah dan kampusku. Ku rasa sangat wajar karena ia adalah pendatang baru di desa ku, bahkan di Kalimantan ini. 
Di sela-sela obrolah kami, pemuda yang bernama Imam itu mengomentari ku karena logat melayuku yang amat khas, kemudian dia bertanya tentang asal suku. Tak segan untukku menjawab bahwa aku berasal dari suku bugis. Dan pembicaraan kami beralih ke topik suku bugis yang dominan di desa kami. 
Obrolah panjang kami ternyata menguak perhatian Imam dengan bahasa ku yang ia bilang mirip dengan bahasa malaysia. Ia memancingku dengan tanya, mungkin ia sangat penasaran dengan bahasa melayu yang sangat khas dariku. Aku memang lebih suka berbahasa melayu meskipun dihadapan orang yang berbeda suku kecuali di saat formal. 
Akhirnya kami lebih banyak mengobrol tentang bahasa dan kosakata termasuk bahasa bugis. Dia menerangkan satu kosa kata bugis yang ia tahu adalah Mandre yang ia sebut dengan Menrei disertai dengan logat jawa khasnya. 
Menurutku sangat menarik jika ada seorang pemuda jawa yang tertarik dengan bahasa melayu. Di sini ia sangat menunjukan bahwa Indonesia meskipun dalam perbedaan masing-masing mempunyai banyak keunikan-keunikan termasuk dari segi bahasa yang merupakan kekayaan Indonesia. 

No comments:

Post a Comment